Sumber: http://kamu-klik.blogspot.com/2011/11/script-agar-setiap-link-di-blog-kita-di.html#ixzz1kKOSPdG6

Recent Posts

Image and video hosting by TinyPic

Wednesday, March 21, 2012

Memahami Kesetaraan Trans Gender Dalam Pemerintahan

Sejak bergulimya reformasi, kian banyak wanita Indonesia yang mulai berpartisipasi dalam ruang publik, tapi sebetulnya itu belum bisa menjadi bukti bahwa kesetaraan gender telah berjalan optimal. Kesetaraan gender bukan hanya dilihat dari banyaknya wanita yang duduk pada posisi strategis, karena kenyataannya, masih banyak pula wanita yang cenderung pasif di tengah tuntutan arus globalisasi.

Kesetaraan gender memang belum maksimal untuk perempuan Indonesia. Tapi sebagai pegawai pemerintah kita tidak boleh pasif dan berdiam diri, Ketidaksetaraan gender merupakan hambatan utama menuju pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Sebaliknya, meningkatnya keadilan gender merupakan hal yang secara ekonomi masuk akal. Mengarusutamakan masalah-masalah gender ke dalam inisiatif, strategi, kebijakan, sasaran dan target pembangunan memerlukan pengertian menyeluruh atas konteks dinamika gender.
Arus keterbukaan demokrasi, yang memungkinkan adaptasi nilai-nilai kesetaraan gender atas posisi perempuan di ruang publik, masih berjalan setengah-setengah. Perempuan tetap mengalami tahap peminggiran dalam area kompetisi di ruang publik. Begitu pula nasib dan eksistensi perempuan di lingkup birokrasi

Apa yang dimaksud dengan isu gender? “Women's budgets”, “gender budgets”, “gender- sensitive budgets”, dan “gender responsive budgets” Pada prinsipnya istilah-istilah ini memiliki pengertian yang sama, yakni untuk melihat kesamaan antara lelaki dan perempuan dalam aspek pelayanan publik oleh lembaga pemerintahan. Padahal, perempuan juga memiliki peran sebagaimana laki-laki di bidang pemerintahan. Untuk itu, kesetaraan gender perlu diupayakan kepada berbagai kalangan agar ruang kesempatan bagi perempuan semakin luas.

Kesetaraan gender perlu diupayakan oleh berbagai pihak mulai dari kaum perempuan itu sendiri yang harus diberikan pemahaman mengenai kesetaran gender, bahwa perempuan memiliki posisi dan hak yang sama di berbagai bidang seperti laki-laki.
Gender dalam birokrasi, adalah peran dan kesempatan yang sama bagi kaum Hawa dan Adam untuk berpartisipasi aktif dalam pemerintahan. “Jadi baik pria maupun wanita sebenamya memiliki peran, partisipasi, kesempatan, dan ikut memutuskan dalam segala kegiatan pemerintahan. Sehingga agar nantinya ada kesetaraan gender antara pria dan wanita. Selain itu, kaum laki-laki juga perlu diberikan pemahaman agar melakukan upaya untuk mendukung kesetaraan gender. Para pembuat atau pengambil kebijakan mulai dari pemerintahan hingga kalangan partai politik agar menempatkan ruang bagi perempuan sehingga memudahkan upaya untuk kesetaraan gender di pemerintahan,
Peran perempuan harus dimaksimalkan untuk menjadi salah satu pemimpin agar mempengaruhi tata kelola daerah yang berorientasi pada pembangunan kesetaraan gender. Oleh karena itu, perempuan harus memiliki rasa percaya diri yang kuat terkait kesetaraan gender khususnya sebagai pemimpin. Jika perempuan semakin berkualitas akan semakin memperkuat dalam kepemimpinan tata kelola pemerintahan di daerah,
Mengenai perlu adanya pemimpin, telah ditandaskan oleh Rasulullah Muhammad SAW : “Apabila berangkat tiga orang dalam perjalanan, maka hendaklah mereka mengangkat salah seorang diantaranya menjadi pemimpin” (HR. Abu Dawud).
Ayat al-Qur'an juga menerangkan eksistensi pemimpin, diantaranya adalah: Q.S. Al-An'am : 165, yang artinya : “Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha Pengampun, Maha Penyayang. Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai khalifah-khalifah di bumi dan Dia mengangkat (deraj at) sebagian kamu di atas yang lain, untuk mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya kepadamu.”
Disini Islam memberikan kesetaraan hak yang sama bagi umatnya untuk menjadi seorang pemimpin, baik laki-laki maupun perempuan dalam memimpin dirinya sendiri, organisasi dan masyarakat secara umum dalam lingkungannya.

Namun demikian Islam juga mengajarkan keterkaitan kepemimpinan dengan akhlaq (moral dan etika) yang merupakan kaitan yang mutlak, karena jatuh atau bangunnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas akhlaqnya. Pepatah arab yang sangat terkenal menyatakan : “INNAMAL UMAMU AKHLAQU MA BAQIAT FAIN HUMU JAHABAT AKHLAQUHUM JAHABU” (suatu umat akan kuat karena memegang teguh moralitas, tetapi bila moral ditanggalkan maka hancurlah umat itu).

Berkenaan dengan problem moral dan Etika Birokrasi, patut direnungkan kembali kata-kata bijak dari seorang tokoh filosof dan ahli tata negara muslim, Ibnu Taimiya, ia menyatakan : “La mashlaha hajihil ummah ilia ma shaluha awalaha”. (umat ini tidak akan menjadi umat yang besar, kecuali bila umat ini mau mengamalkan hal-hal yang pemah membesarkan umat-umat terdahulu).

Dengan kata lain, kekuatan terdahsyat seorang pemimpin pemerintahan adalah keteladanan (uswatun hasanah) dan kejujurannya (siddiq).” Untuk menjadi pemimpin dengan ETOS KERJA tinggi, menjunjung tinggi KESETARAAN GENDER dan mempunyai ETIKA dalam rangka membangun bangsa ini menjadi bangsa besar dituntut adanya “strong leadership” yang mampu berperan sebagai : solidarity maker dan administrator maker yang baik, komunikatif, bersih dan berani bersikap tegas, mempunyai visi ke depan, serta memiliki kharisma yang dihormati dan disegani rakyat.

0 comments:

Post a Comment